TITLE :
IT’S OK EVEN IF IT HURTS // PART 3 OF 6
AUTHOR : EVERG
GENRE : SAD, ROMANCE, DRAMA
LENGTH : 2 OF 6
RATING : PG-17
MAIN CAST :
·
KEY SHINee
·
YUI
·
HYEON
WARNING :
DON’T
LIKE DON’T READ, NO COPAS, banyak miss typo
READ my FF and give me your FEEDBACK about this FF
DISCLAIMER :
Karakter tokoh tidak sesuai aslinya. Hanya berupa hasil
imajinasi author. Seluruh hak cipta penulisan karakter, alur dalam cerita yang
tertulis asli milik author.
NOTE !!!!
FF ini
sebenarnya mu dibuat untuk menguras air mata tapi sorry kalau FF ini mlah gg
ada sedih-sedihnya. Malah cenderung ke
drama sinetron membosankan.
RCL
Please
-HAPPY
READING-
^^^^
IT’S OK
EVEN IF IT HURTS
PART 3
ALL
YUI POV
Aku mencintaimu, aku akui itu. Cinta
membuatku bodoh, sangat bodoh! Aku menutup mataku, menutup telingaku
seolah-olah aku tak pernah melihat binar cinta di matamu untuknya.
Katakan padaku bagaimana caranya. Cara
menghilangkan cinta pada seseorang yang mencintai orang lain. Karena hati ini
hanya berdetak saat bersamamu. Cinta memang tak bisa dipaksakan tapi bisakah
suatu saat kau menyadari perasaanku?
^^^^
Aku mengeringkan rambutku sambil
mendengarkan musik dari laptopku hingga tiba-tiba ponselku berdering. Umma? Ada apa menelponku? Tak biasanya.
“Ne, Umma.” Aku mematikan musik di laptopku. Wajahku berubah serius saat
mendengar kata-kata Umma. “MWO? Hyeon
Eonni pergi dari rumah?! Ne, aku akan
mencarinya Umma. Ne, tak akan pulang
sebelum menemukan Eonni. Umma tenang saja.”
“Klik.” Menutup ponselku. Duduk di
samping kasurku, menatap fotoku dengan Hyeon Eonni. “Hufh, Eonni
sungguh beruntung. Bahkan saat sudah menikah pun Eonni sangat dipedulikan semua orang.”
Aku beranjak dari kasurku dan mengambil
jaket. Turun ke lantai bawah dan menyetop taksi. Aku harus mulai dari mana?
^^^^
Aku akui aku sangat iri pada Hyeon Eonni. Aku dan dia berbeda 5 tahun. Tapi
sifatku lebih dewasa dibandingkan Eonniku
itu. Sekarang dia pasti bertengkar lagi dengan suaminya dan lagi-lagi kabur
dari rumah. Bahkan Ummaku yang berada
di Austria pun kelabakan sekarang ini. Aku lebih bisa berfikir sehat
dibandingkan kau, Eonni.
Aku tau aku dan Eonniku sangat jauh berbeda. Eonniku itu adalah primadona dari saat dia sekolah dulu, di
kampusnya bahkan di hati Key Oppa.
Dan bagi orang-orang aku hanya kepingan terkecil di dunia ini yang tak
terlihat. Mungkin dengan menggunakan mikroskop mereka baru menyadari
kehadiraku. Bahkan aku pernah merasakan liburan selama 2 minggu sendirian.
Karena keluargaku tak menyadari mereka meninggalkanku di rumah. Menyedihkan!
“Aishhhhh! Eonni kau di mana?! Telponku tak dijawab! Aku sudah berkeliling
selama 3 jam tapi tak ketemu juga! Uangku sudah mau habis, Umma kau harus bertanggung jawab! Kemana...kemana....” mataku terus
terpaku melihat ke luar jendela.
“Aha! Kenapa tak terfikir tempat itu?
PABO!” aku memukul kepalaku sendiri. “Pak, kita ke Wings Park.”
^^^^
Aku turun dari taksi dan berdiri
memandangi sekeliling wings park. Huh, sudah lama aku tak datang kemari.
Semenjak aku dan keluargaku pindah ke Austria ini adalah kali pertama aku
kembali menginjak kakiku di taman ini. Hufh, tempat masa kecilku. Tempat
favorit Eonni kalau sedang sedih.
“Umma,
kalau aku tak menemukan Hyeon Eonni
di sini, aku melanggar janjiku. Mian, Umma
tapi aku sudah berusaha.” Aku mulai menelusuri taman ini. Semoga aku
menemukannya di sini, aku sudah lelah. Senyumku
terkembang saat memori masa kecilku itu terputar kembali.
OOOWWWWW!! Lagi-lagi aku mendatangi tempat
yang salah. Nafasku tercekat, jantungku terhenti, tanganku terkepal. Inikah
yang selalu terjadi di belakangku? Dua orang yang aku kenal sedang berpelukan
di depan mataku!
Hyeon Eonni menangis di pelukan
Key Oppa. Wajah Key Oppa begitu cemas. Tuhan kenapa kau
tunjukkan ini padaku? Eonni kenapa
kau tega sekali? Aku tau Key Oppa tak
pernah mencintaiku, tapi bisakah kau sedikit berkorban untuk adikmu ini? Aku
harus pergi! Anggap kau tak melihat apapun, YUI!
“AWWWW!” aku berteriak keras. BODOH!
Saking tergesa-gesanya aku tak melihat ada akar besar yang menghalangi jalanku.
KAKI BODOH! Kenapa harus jatuh di tempat ini?
“Kau tak apa-apa?” Seseorang
menghampiriku. “Yui, ini kau?” Suara ini, suara milik Key Oppa.
“Siapa, Key?” Itu pasti suara Hyeon Eonni. Walau terdengar serak tapi itu
memang benar suara Hyeon Eonni.
“Tidak apa-apa.” Aku tetap terduduk. Sakit!
“Hei, kau menangis? Ya, ampun! Hanya
jatuh saja kau menangis? Noona, lihat! Adikmu yang sudah 18 tahun ini menangis
hanya teratuh?”
Tertawalah, tertawakan aku. Mataku
panas dan air mata ini tak mau juga berhenti menetes. “Hiks...” Aku menggigit
tanganku agar isakanku tak terdengar. Sakit! Sakit sekali! Aku menangis bukan
karena terjatuh, tapi karena kalian berdua membuatku begitu tersakiti.
“Mari aku bantu kau berdiri.”
Aku menepis tangan Key Oppa yang hendak membantuku berdiri.
Sesakit apapun kakiku, walaupun aku tak bisa berjalan, aku tak akan memohon
bantuanmu. Aku berusaha keras berdiri perlahan, memegang batang poho sebagai
tumpuan. Akhirnya aku bisa berdiri, mungkin aku akan pincang.
“Aku hanya disuruh Umma mencarimu karena Eonni
kabur dari rumah lagi. Eonni
jangan lagi buat Umma khawatir padamu. Jangan sampai Umma tiba-tiba datang dari Austria kemari hanya untuk mencarimu.”
Aku menggigit bibirku, sakit sekali!
“Mianhae, aku bodoh.”
“Aku permisi. Selama ada Key Oppa kau pasti baik-baik saja.
Berfikirah jernih lalu pulang. Selamat malam.”
“Tunggu, apa kau tak pulang bersama
kami saja?”
“Tidak perlu, aku pinjam uang Eonni saja untuk pulang. Uangku habis
untuk membayar taksi mencari Eonni
selama 3 jam.”
“Mianhae.” Aku mengambil uang yang
diberikan Hyeon Eonni dan mulai
berjalan perlahan. Tidak sakit, tidak sakit! Aku mengucapkan kalimat itu
berulang-ulang. Semoga masih ada taksi kalau tidak bisa-bisa aku pingsan di
jalan.
“Kakimu sakit. Sebaiknya kau pulang
bersama kami saja.” Tangan Hyeon Eommi menahanku, aku menepisnya kasar. Buat
apa aku bersama kalian? Untuk melihat kemesraan lagi, HAH!
“Tidak usah! Aku tau Eonni belum puas menangis, kan?”
“Kau seperti tak tau bagaimana keras
kepalanya dia, Noona.” Lagi-lagi kau tersenyum manis pada tuan putrimu itu!
“Oppa,
aku tak minta pendapatmu! Tak usah mengejekku seperti itu! Permisi.”
“Yui!”
“Sudahlah, biarkan dia dengan keras
kepalanya itu.”
^^^^
Aku berjalan tertatih, menunggu taksi lalu menuju rumah sakit. Aku
menangis saat kakiku di gips dan aku diberi tongkat untuk membantuku berjalan.
Aku mendapat pandangan kasihan dari para dokter dan suster. Hah, aku terlihat sungguh menyedihkan!
Aku masih menangis di dalam taksi
menuju apartemenku. Aku tau aku tak
pernah ada di hati Oppa, tapi bisakah
berpura-pura tak peduli pada Hyeon Eonni?
Aku punya hati dan perasaan seperti kalian. Bukan robot yang diprogram selalu
tersenyum bagaimana pun perlakuan yang dia dapat. “Huhuhuhu....”
“Yeoboseyo?” Umma lagi? Apa Hyeon Eonni
belum pulang? “Umma, aku sudah
menemukannya. Dia baik-baik saja, tenanglah. Suaraku? Aku hanya flu. Ne, aku
akan menjaga kesehatanku. Oh, Umma
sudah mengirim uang ke rekeningku? Gomawo Umma!”
Setelah ini lebih baik aku segera tidur. Lupakan semuanya! Anggap kau tak
melihat apapun hari ini.
^^^^
Entahlah, air mataku ini masih saja
ingin menetes. Rasanya sungguh sakit! Terlalu sakit! Aku pandangi cincin
pertunangaaanku di jariku ini, miris. “Bagaimana pun aku berusaha, sekuat
apapun aku menjadi sesempurna Hyeon Eonni,
selamanya aku tak akan pernah memili hati Oppa.”
Memutar knop pintu dan mulai berjalan
perlahan. Berjalan dengan tongkat seperti ini memperlambat langkahku saja.
“Hufh.”
Berdiri menunggu pintu lift terbuka. Bagaimana
ini kalau bertemu Baro Oppa? Baru
dilantik menjadi manajer klub malah cidera seperti ini.
“Hei, kau! Mau masuk tidak?” Seketika
suara itu membuyarkan lamunanku. Key Oppa
sudah berada di dalam lift, aku tak terlalu terkejut. Dengan wajah yang datar
aku berjalan ke dalam lift. Memandang lurus ke depan, berusaha menepis pantulan
bayangan Key Oppa. Ayolah, bunuh
semua harapan palsumu, Yui!
“Kalungmu bagus.”
“Gomawo.”
Tak ada senyuman, tak ada wajah yang
bersemangat seperti biasa. Lebih baik Key Oppa
kembali menjadi namja dingin seperti dulu, jangan sok ramah seperti ini.
Menyakitkan! Aku mencintai sendirian, apa ini balasan karena aku berani
mencintai orang yang nyata-nyatanya mencintai orang lain? Sesakit inikah
hukumannya?
“Kemarin, saat kau melihat aku memeluk Eonnimu, kau tak berfikir aku
berselingkuh di belakangmu, kan?”
Apa maksudnya? Nada suaramu terdengar
mengejek, Oppa. “Hah, tak ada
kejadian mengejutkan yang terjadi tadi malam. Hanya sepasang manusia yang
saling berbagi beban bukan? Aku sudah biasa melihat adegan seperti itu dalam
hidupku. Bahkan dari kecil aku sudah bosan melihatnya. Oppa tak usah berfikir apapun, Eonni
membutuhkanmu, aku mengerti.”
“Aku hanya takut kau berfikir aku
bermain api di belakangmu. Walaupun ya, hubungan kita....”
“Tak usah berkata apapun Oppa! Aku tau dengan jelas siapa wanita
yang ada di hatimu.”
Thing! Tepat waktu, pintu lift terbuka.
Aku berjalan duluan, segera menaiki taksi yang berhenti di depan apartemen. Aku
tau Oppa, sangat jelas. Pandangan
mata itu, senyum itu, pikiran itu, hati itu bahkan jantung yang berdetak itu
tak akan pernah untukku.
^^^^
“Hufh!” Aku menghela nafas
berulang-ulang. Tanganku melemparkan kerikil ke danau di hadapanku. Entah sudah
berapa lama aku duduk di taman dekat danau ini. Memikirkan hal yang aku sendiri
tak mengerti. Tapi rasanya sudah sangat menghimpit dan sesak. Rasanya ingin
menghilang saja, lenyap.
Saat pertunangan itu terjadi aku merasa
sangat bahagia. Walaupun aku tau Key Oppa
tak mencintaiku. Tapi bukankah kata orang cinta bisa tumbuh perlahan seiring berjalannya waktu bersama?
Hatiku bertambah tenang setelah beberapa bulan sebelum pertunanganku Hyeon Eonni menikah dengan Juna Oppa. Artinya tak ada lagi kesempatan
untuk Key Oppa, bukan?
Aku sangat jahat? Memang! Aku sangat
ingin memiliki Key Oppa sejak dulu.
Aku bahkan mau dijadikan objek yang dimanfaatkan Key Oppa agar lebih dekat Hyeon Eonni.
Bahkan aku melindungi mati-matian pernikahan Hyeon Eonni yang hampir saja berantakan gara-gara ulah Key Oppa. Dan demi apa, hingga kini dia tak
pernah melihat rasa cintaku yang besar untuknya.
Aku hanya dianggap seperti partikel
debu yang kecil dan tak penting. Aku menunggu, menunggu dan menunggu kesempatan
untuk berada di hatinya. Tapi selama apapun, sekeras apapun usahaku untuk
mengejarnya dan mendapatkannya, berkali-kali itu pula aku merasakan sakitnya.
Sakit yang perlahan-lahan membunuhku,
rasa sakit yang membuatku bertahan hingga kini. Hanya dengan satu keyakinan,
“Sesakit apapun tak apa-apa, asalkan bersama Key Oppa. Aku tak apa-apa.”
“Argh~! Hiks, hiks!” sekeras apapun aku
berteriak, sakitnya tak akan hilang, bebannya tak akan berkurang.
“Oppa!
Apa yang kurang! Apa yang harus aku lakukan! Apa yang harus aku tunjukkan lagi!
Apa aku harus mati di hadapanmu! Dan menenjukkan jantungku yang masih berdetak
saat kau ada di sampingku walau aku sudah mati! Apa harus seperti itu!”
“Atau, walaupun aku mati di hadapanmu,
perasaanmu itu tak akan berubah. Aku harus bagaimana? Sesakit apapun aku bisa
menerimanya, asal senyum itu, pancaran mata itu bisa sedikit saja tertuju
untukku. Melihat keberadaanku, sedikit saja. Karena aku cinta, cinta sekali
padamu Oppa.” Kembali menangis, entah
sudah berapa lama aku menangis. Mungkin mataku saat ini sudah bengkak. Air
mataku sudah kering, tapi siapa yang peduli.
Aku berjalan terhuyung, tenagaku sudah
habis. Air mata sudah mengering tapi dadaku masih sesak. Aku memumukl-mukul
dadaku berharap rasa sesaknya akan hilang. Terhimpit rasa cinta bodoh yang tak
mau pergi. Teriris dengan berjuta rasa sakit yang sama sekali aku tak tau
bagaimana cara menghilangkannya.
Kembali meringkuk di dalam taksi,
dingin. Berjalan perlahan. Aku tak tau kenapa dan bagaimana melupakan Oppa. Sekuat apapun aku berusaha
melupakan, semakin dalam aku mencintai Oppa.
Bagiku hanya Oppa satu-satunya yang
aku inginkan, lalu apa yang harus aku lakukan?
“Yui, kau kemana saja?”
“OPPA!”
Tiba-tiba ada sesosok yang memelukku erat, aku tak bisa melihat dengan jelas
siapa. Mataku terlalu berat untuk melihat wajahnya. Tapi bau ini, rasa hangat
ini, hanya orang itu yang punya. “Baro, Oppa.
Benarkah?”
“Ne,” Dia memelukku lebih erat. “Apa
yang terjadi denganmu? Kenapa kakimu? Aku menelponmu tapi tak dijawab. Aku
menunggumu sejak tadi, kemana saja kau? Anak nakal!”
“Ponselku? Ponselku sudah aku buang,
berisik.”
Baro Oppa melepaskan pelukannya lalu mengguncang-guncang tubuhku.
“Katakan apa yang terjadi? Apa yang terjadi padamu? Mengapa kau seperti ini?”
“Sakit! Sakit sekali, OPPA!” Aku meremas lengannya.
“Mana yang sakit? Kakimu?”
Aku menggeleng, “Tidak tau! Ada bagian
yang tak terlihat yang selalu membuatku sakit. Rasanya mau mati saja!”
Baro Oppa mengguncang tubuhku lebih keras. “PIKIRAN BODOH APA ITU?! Siapa
yang membuatmu sakit seperti ini? Katakan padaku!”
“Bagaimana menghentikannya? Bagaimana
membuang rasa cinta untuk seseorang? Bagaimana caranya biar dia bisa melihat
hatiku? Rasa ini tak bisa dihentikan. TOLONG AKU!”
“Kau mencintai seseorang? Dia yang
menyakitimu seperti ini? KURANG AJAR! Apa gosip soal kau sudah bertunangan itu
benar? Apa dia yang membuatmu seperti ini? KATAKAN PADAKU! KATAKAN!”
Yang aku rasakan hanya, Baro Oppa kembali memelukku. Aku tak bisa menjawab apapun. Rasanya
mengeluarkan suara begitu sulit, aku lelah. Mataku sudah tak kuat aku buka
lagi. Apa ini saatnya aku pergi Tuhan? Apa ini jawabanmu atas pertanyaanku
selama ini. Apakah begini caranya untuk menghilangkan semua rasa sakit itu?
Bisa aku minta satu permintaan lagi, Tuhan? Sampaikan padanya kalau aku sangat,
sangat, sangat mencintainya. Bisakah?
.
.
.
.
TBC
PPYONG~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar