.showpageArea a { text-decoration:underline; } .showpageNum a { text-decoration:none; border: 1px solid #cccccc; margin:0 3px; padding:3px; } .showpageNum a:hover { border: 1px solid #cccccc; background-color:#cccccc; } .showpagePoint { color:#333; text-decoration:none; border: 1px solid #cccccc; background: #cccccc; margin:0 3px; padding:3px; } .showpageOf { text-decoration:none; padding:3px; margin: 0 3px 0 0; } .showpage a { text-decoration:none; border: 1px solid #cccccc; padding:3px; } .showpage a:hover { text-decoration:none; } .showpageNum a:link,.showpage a:link { text-decoration:none; color:#333333; }

Flash Labels by Way2Blogging

Sabtu, 21 Februari 2015

TELEPATHY [SATU]

 “Minumlah, Verena.” Gadis yang dipanggil Verena itu mengalihkan pandangannya dari menatap luar jendela pada gadis berambut pendek di bawah telinga yang tengah tersenyum, memberikan segelas teh pada Verena. Verena meminum teh itu sedikit lalu menyerahkan kembali cangkir itu.

“Yura, bagaimana bisa aku berakhir di sini?” Verena memandang ruangan dimana dia berbaring saat ini. –ruang kesehatan- lau menatap Yura.

Yura menghela nafasnya lalu meletakkan cangkir teh ke atas meja. “Kau tiba-tiba saja berteriak-teriak sambil menutup telingamu, saat orang-orang mendekatimu, kau pingsan.” Yura mengangkat kedua bahunya. Mendengarnya Verena hanya memandang Yura datar lalu kembali melihat ke luar jendela. Yura merasa sedikit aneh melihat Verena yang sekarang. Tak biasanya Verena menutup rapat mulutnya seperti ini. Bukankah hal seperti ini biasanya akan membuatnya penasaran?

“Sejak kapan matamu berkantung mata seperti itu?” Tanya Yura lagi, Verena masih saja menatap ke luar jendela. Menghela nafas lalu menutup kedua matanya. Menarik selimut hingga batas leher. Melihatnya, Yura menepuk bahu Verena lalu berjalan menuju pintu keluar. Mata Verena terasa berat lalu ia tertidur.
Setelah satu jam berlalu, kening Verena berkerut. Keringat mengucur deras. “Jangan ganggu aku! Aku mohon.” Kepala Verena bergerak ke kiri dan kanan. “Argh-“ Verena pun membuka kedua matanya dengan nafas yang naik turun. Syukurlah, aku masih di ruangan kesehatan.

Namun kenyataan itu tak membuatnya lega. Suara itu masih terus terdengar. Bahka saat ia menutup kedua telinganya, seperti saat ini. Suara wanita yang merintih, “Tolong, jebal, tolong.”

Dengan tiba-tiba tirai ruangan kesehatan tertutup rapat. Membuat jantung Verena seakan hendak keluar. Suara rintihan menyeruak meminta pertolongan semakin membuat kepalanya pening. BACA SELENGKAPNYA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar