Young Jin sudah berada di depan pintu rumah ini, dia
ingin kembali pulang. Mengingat bahwa dia tidak mungkin bisa masuk ke dalam
rumah itu. Mengingat dia tak memiliki kunci dan dia bukan seorang kriminal yang
bisa masuk ke rumah orang begitu saja. Andai dia memiliki keahlian itu.
Namun lagi-lagi karena dorongan dalam dirinya tangan
kanan Young Jin menyentuh knop pintu itu. Saat kulitnya menyentuh knop pintu
yang terasa begitu dingin angin kencang kembali menerpa. Suara dedaunan yang
bergemerisik beradu dengan suara burung yang entah termasuk spesies apa bersahutan satu sama lain.
“KLIK!”
Setelahnya terdengar deritan pintu yang terbuka. Aneh, pintu ini terlihat tidak
begitu tua namun kenapa suara engselnya begitu berderik. Seakan
engsel-engselnya telah begitu lama tak diberi oli.
Tanpa
sadar Young Jin menutup mulut dan hidungnya. Dia kira dia akan menghirup begitu
banyak debu di rumah ini. Namun salah rumah ini begitu bersih dan tertata
begitu rapi. Bagaimana dan berbagai pertanyaan lain merasuk dalam pikirannya.
Jantungnya berdebar, dia seakan merasakan sendiri bagaimana rasanya menjadi
salah satu tokoh dari novel-novel fiksi yang dibacaranya.
Young
Jin melangkah masuk perlahan, saat tubuhnya sudah benar-benar masuk pintu itu
segera tertutup dengan keras. Dan lagi-lagi tak ada rasa panik yang menyeruak
dalam dirinya. Bukannya dia berlari kembali ke arah pintu dan berusaha pergi,
Young Jin malah kembali meneruskan langkahnya seakan dia memang diijinkan
memasuki rumah itu.
Pandangan
Young Jin menyapu seisi rumah. Ternyata rumah ini terdiri dari dua lantai.
Seperti rumah-rumah kuno lainnya, tangga menuju lantai dua tertutupi permadani.
Namun bukan permadani berwarna merah, namun berwarna hitam pekat.
Di
lantai bawah ini tidak ada yang membuatnya tertarik, hanya sebuah ruangan yang
di sebelahkanannya adalah ruang makan dan di sebelah ruang makan itu adalah
dapur. Dan di sebelah kirinya ada sebuah ruang santai dengan tungku pemanas.
Dan
tempat di mana Young Jin berdiri saat ini adalah sebuah Hall. Dimana di atas
kepala Young Jin terdapat lampu yang begitu besar sedangkan di hadapannya terlihat
sebuah lukisan seorang namja yang sedang bermain piano di bawah sinar bulan.
^^^^
Kaki
Young Jin pun berhenti. Lantai atas ini seperti ruangan pada rumah umumnya.
Terdapat kamar-kamar. Namun matanya segera menuntun langkahnya untuk lebih
mendekat, mendekati sebuah piano.
“Apakah
ini piano itu?” Young Jin menekan salah satu tuts piano itu, suaranya menggema
di seluruh ruangan. “Sayang aku tidak bisa bermain piano.” Lalu matanya kembali
beralih pada jendela di samping piano itu. Benar, itu kamarnya. Terlihat jelas
dari sini. Jadi ini tempat dia melihat namja itu. Namun kemana namja itu
sekarang?
Jemari
Young Jin kembali menyusuri setiap bagian piano itu. Lalu tangannya mengambil
sebuah buku yang berisi sebuah partitur lagu. Tak ada judul dari lagu ini. Young
Jin pun mulai mencoba memainkan lagu itu, walaupun terdengar sedikit aneh.
Mengingat dia mendapat pelajaran musik saat dia masih kecil.
“Tapi
rasanya, nada-nada ini seakan membentuk menjadi lagu yang-“ Secepat kilat Young
Jin mengeluarkan note kecil juga pulpen dari saku piayamanya. Menyalin partitur
lagu itu. Walau sedikit berantakan.
“Ehm,
siapa kau!” Young Jin seketika menjatuhkan pulpen dan note kecilnya. Tiba-tiba
Young Jin merasakan suhu ruangan itu meningkat. Menciptakan keringat yang satu
per satu jatuh membasahi keningnya.
“Maaf,
aku hanya-“ Kata-katanya terpotong saat tubuhnya kaku tak bergerak. Bagaimana
ini? Apakah dia harus berbalik dan mengetahui makhluk apa yang berada di
belakangnya saat ini. Apakah vampir, manusia serigala ataupun mumy. Hah, kenapa
rasa takut itu baru datang sekarang.
Young Jin akhirnya memunguti pulpen dan notenya
lalu memasukkan ke dalam saku piyamanya
lagi. Lalu kemudian berdiri dan berbalik. “Maaf, aku-“ berkata terbata dengan
mata yang tertutup. Tidak ada sahutan, apakah suara itu hanya halusinasinya.
Satu,
dua, tiga! Mata Young Jin pun terbuka. Matanya menangkap sosok namja berpipi
chubby bersweater putih tulang dengan celana berwarna hitam berdiri di hadapannya. Rasanya pandagannya
benar-benar terkunci. Inikan-
“Aku
tanya apa yang kau lakukan di sini. kau tidak seharusnya berada di rumah orang
lain tanpa izin.”
Masih
berdiri mematung beberapa detik. Segala kata-katanya seakan terambil oleh
pesona namja itu. Mulutnya ingin berbicara namun bibirnya tak bergerak. Namja
di hadapannya itu tak bergerak sedikit pun. Memandanginya lekat dengan mata
merah rubynya.
Young
Jin menelan ludahnya cepat, “Mi, mianhamnida. Aku, aku tidak sengaja masuk.
Pintumulah yang menyuruhku masuk. Maksudku, pintu itu tak terkunci jadi aku pikir
rumah ini tak ada penghuninya. Bukankah-”
“Bukankah
rumah ini dikira kosong oleh orang-orang. Begitu maksudmu? Jadi dengan begitu
siapapun berhak masuk dan melakukan apa pun di rumah ini. Bagaimanapun juga,
tempat yang bukan milikmu, dan yang kau kira tak dimiliki siapapun, di dalamnya
pasti dihuni oleh seseorang. Seseorang atau sekelompok orang tinggal di sana.
Terlihat atau tidak terlihat. Jadi tak ada seorang pun yang berhak mengusik
tempat itu tampa seizin dari pemiliknya.”
“Mianhae,
aku-“
“Kau
memang anak yang pemberani. Atau boleh ku bilang anak yang terlalu berani. Kau
dengan beraninya meninggalkan rumahmu yang aman dan datang pada sarang yang
asing untukmu. Sarang yang sebenarnya berbahaya untukmu. Kau terlalu dikuasai
rasa ingin tahumu itu Young Jin. Dan itu tidak baik.”
“Young
Jin! Kau mengetahui namaku?”
Namja
itu masih berdiri di tempatnya. Wajahnya datar namun sorot matanya seakan
mengatakan, Lari Young Jin! Lari, selama kau masih bisa. “Apa yang tidak aku
ketahui tentangmu. Tentang yeoja yang megawasi rumahku diam-diam, mencari
informasi sana-sini. Apa yang ingin ketahui Young Jin? Apa soal simfoni hitam
itu?”
“Apa
kau melihatku? Bagaimana bisa, kita tak pernah bertemu dan-“
“Semua
pertanyaanmu itu sebentar lagi akan terjawab. Dan kau akan menyesal karena
sudah berani menanyakannya. Seharusnya kau menuruti kata Ummamu. Hentikan rasa
penasaranmu itu dan jauhi rumahku. Ini
salahmu, karena kau tak mau mendengarkan mereka.”
“Apa
maksudmu- aku, aku minta maaf bila kau
marah karena aku memasuki rumahmu tanpa izin. Aku akan pergi, aku mohon biarkan
aku pergi.” Kaki Young Jin bergetar, namja itu berjalan mendekatinya.
“Bagaimana
bisa aku membiarkanmu pergi setelah kau tau semua tentangku?”
Young
Jin sungguh ingin menangis namun air matanya tak bisa keluar. Bibirnya malah
menampilkan senyum, seakan pertemuan dengan namja ini begitu dia tunggu-tunggu.
“Lepaskan aku maka aku tak akan memberi tau siapapun tentang kau, tentang apa
yang aku lihat sekarang.”
“Tidak
akan! Aku sudah menyuruhmu berlari sejauh yang kau bisa namun kau tak mau
mendengarkannya. Seakan kau tak bisa pergi jauh dariku Young Jin. Dan aku tak
akan melepaskanmu lagi. Kau yang menyerahkan dirimu padaku.”
Young
Jin sudah tak bisa kabur. Punggungnya sudah menyentuh tuts piano. Bahkan wajah namja
itu begitu dekat hingga membuat kepalanya terbaring di atas tuts piano itu.
Menciptakan bunyi tuts yang ditekan secara bersamaan bergema di rumah itu.
Young
Jin dapat merasakan deru nafas namja itu di wajahnya. Mata mereka saling
menatap. Mata merah ruby itu terlihat begitu sedih saat menatapnya. Namun namja
itu tak juga menjauhkan tubuhnya dari atas tubuh Young Jin dan membiarkan Young
Jin pergi.
Dan
Young Jin sudah tak bisa melakukan apapun saat rasa lembut itu dirasakannya.
Saat jarak tak ada lagi di antara meraka. Saat Young Jin menutup matanya dan waktu untuknya terasa
berhenti.
“Lee
Jinki. Jangan lupakan itu.” Terdengar bisikan lembut di telinganya. Setiap kata
yang terdengar di teinganya langsung terketik rapi di memori otaknya.
Cahaya
matahari menerpa wajah Young Jin saat dia tersadar bahwa waktu sudah pagi.
Young Jin segera tersentak bangun dan melihat sekelilingnya. Alisnya berkerut
mengetahui bahwa dia tertidur di kamarnya. Jadi tadi malam itu apa?
Kembali
berbaring saat mengetahui sekarang sudah pukul 12 siang. Ini benar-benar aneh.
Rumah itu, piano itu, namja itu, ah, apakah hanya mimpi? Young Jin pun menatap
keluar jendela dan menatap rumah itu
sekali lagi.
Segera
berbalik ke samping kanan, membuatnya fokus menatap rumah itu. Kerut di keningnya
tergambar sekali, saat Young Jin merasakan ganjalan di saku piyamanya. Kembali
terduduk saat ternyata di saku piyamanya itu ada sebuah note. Membuka setiap
halaman note itu dengan cepat.
“Aku
tidak bermimpi, tulisanku tadi malam tercatat di sini. Jadi soal namja itu
benar?” Young Jin menyentuh bibirnya, wajahnya memerah. “Tapi bagaimana bisa
aku malah terbangun di kamarku?”
^^^^
Young
Jin mondar-mandir di depan pagar rumah Jinki. Lubang rahasia itu tak ada di
manapun. Bagaimana bisa lubang itu tiba-tiba tertutup atau hilang. Young Jin
menghentakkan kakinya berkali-kali. Mana yang harus dia percayai. Ini semua
mimpi atau memang kenyataan.
“Lee
Jinki di mana kau? Aku ingin bertemu denganmu.” Ucap Young Jin lembut sambil
menyentuh tulisan “Lee” di dinding pagar itu. Dan tiba-tiba saja pintu pagar
terbuka, Young Jin langsung masuk ke dalam. Setelahnya, pintu rumah itu yang
terbuka.
Seperti
mengalami dejavu, keadaan rumah itu masih sama seperti yang tergambar di mimpi,
atau memang dia memang datang ke rumah ini tadi malam. Kaki Young Jin segera
berlari menaiki anak tangga saat alunan lagu itu terdengar. Tumben, di siang
hari seperti ini, lagu itu terdengar.
“Jinki.”
Panggil Young Jin saat melihat Jinki sedang bermain piano, lagi-lagi smabil
menutup matanya.
“Ada
apa kau bertemu denganku?”
“Soal
aku yang masuk ke rumahmu tadi malam itu mimpi atau kenyataan?”
“Menurutmu?”
“Bagaimana
aku bisa kembali masuk ke rumah ini dan bertemu denganmu lagi? Sedangkan lubang
rahasia itu sudah tak ada. Aku kira aku-“
“Kau
memanggilku dan ingin bertemu denganku. Lalu bagaimana bisa aku tak
memperbolehkanmu masuk.” Mata merah ruby Jinki kini terbuka dan menatapnya
lekat. Selalu seperti ini, terhipnotis dan tak bisa bergerak.
“Kemarilah
Young Jin, duduk di sampingku.” Young Jin mengangguk. Seperti anak kecil yang
menurut saja saat orang asing menawarkannya permen. Young Jin menutup matanya
saat Jinki kembali memainkan alunan nada itu. Nada yang sangat dia sukai.
Tanpa
sadar Young Jin meletakkan kepalanya di bahu kanan Jinki, Jinki hanya diam dan
membiarkan Young Jin dalam posisi itu. “Ini lagu apa? aku sangat menyukai lagu
ini. Selalu dapat membuatku tenang.”
“Ini
bukan lagu. Lebih tepatnya ini simfoni. Simfoni hitam.” Kata Simfoni hitam
terucap berbarengan oleh Young Jin dan Jinki. Dan mereka sama-sama tersenyum.
“Bisakah
kau ajarkan aku bermain piano. Aku ingin memainkan simfoni ini untukmu.” Rengek
Young Jin saat Jinki telah selesai pada nada terakhir.
“Letakkan
tanganmu di sini.” kedua tangan Jinki berada di atas tangan Young Jin.
Menuntunnya memainkan setiap bait simfoni itu.
“Bukan
seperti ini maksudku.”
“Diamlah,
nanti juga aku tau kau senangkan?” Young Jin pun terdiam sambil terus menatap
wajah Jinki dari samping.
^^^^
“Apa kau tak merasa kesakitan?” Ucap Jinki
sambil meletakkan dua cangkir teh di meja di samping piano itu. Sofa santai ini
begitu empuk dan dari sini kita akan langsung melihat ke arah jalan. Melihat
pemandangan dari sini sangat indah.
“Sakit
soal apa? aku tak merasakan sakit apapun.” Young Jin terkekeh kecil lalu
meminum tehnya.
“Aneh.
Seharusnya kau merasa sakit di beberapa bagian tubuhmu atau sakit di kepalamu.
Orang biasa yang baru pertama kali memainkan simfoni itu seharusnya merasakan
sakit Young Jin.”
“Sepertinya
ini karena aku sudah sering mendengarkan simfoni hitamku jadi aku sudah
terbiasa.”
“Ini
jarang terjadi, hanya kau dan orang itu saja.”
“Orang
itu saja? Maksudmu siapa?”
“Sudahlah,
aku tak mau membahasnya lagi. Lebih baik kita menikmati keindahan sore ini.
Saat matahari terbenam akan terlihat lebih indah.”
“Benarkah?”
Young Jin berdiri di depan jendela. Dan Jinki pun menghampirinya dan meletakkan
kedua tanganya di pinggang Young Jin. Kemudian meletakkan dagunya di bahu Young
Jin.
“Jinki
bolehkah aku sering datang kemari?”
“Datanglah
kapan pun kau mau. Panggil namaku dan pintu rumahku akan terbuka untukmu,
kekasihku.”
Kekasih?
Kata yang membuat Young Jin tersenyum. Ini sangat cepat untuknya. Namun dia
seakan sudah mengenal Jinki sejak lama. Mereka pun menikmati matahari yang
terbenam berdua. Saat Young Jin membuka matanya dia sudah kembali berada di
kamarnya. Saat matanya menatap ke luar jendela, Jinki melambaikan tangannya.
Dan bibirnya bergerak, “Selamat tidur kekasih simfoni hitamku.”
^^^^
BEBERAPA BULAN KEMUDIAN
“Jinki
katakan padaku siapa Yoon Eun Jung! Katakan SIAPA?!” Young Jin mengambil buku
yang sedang dibaca Jinki lalu melemparnya begitu saja. Nafasnya tak teratur dan
tangannya terkepal namun namja di hadapannya ini hanya menatapnya datar.
Beranjak dari kursinya lalu mengambil buku yang dilemparkan Young Jin dan
menyimpan kembali buku itu di rak bukunya.
“JAWAB
PERTANYAANKU LEE JINKI!” Young Jin membalikkan tubuh Jinki hingga mereka saling
berhadapan.
“Young
Jin, apa lagi yang ingin kau ketahui? Bukankah segala hal tentangku, segala
yang kau tanyakan sudah aku jawab? Lalu sekarang apa lagi?”
“Tapi
soal ini kau tak menceritakan padaku. Siapa dia Lee Jinki? Katakan padaku? Apa
tak ada artinya hubungan kita 11 bulan ini?” Air mata itu pun menetes deras.
Wajah Jinki berubah sedih lalu dia berjalan perlahan mendekati Young Jin. Kedua
tangannya menghapus air mata yang membasahi wajah Young Jin.
“Uljima.
Tak ada yang penting soal yeoja yang bernama Yoon Eun Jung itu.”
Young
Jin segera menepis kedua tangan Jinki, “Kalau tak ada yang penting lalu kenapa
kau menyebut nama yeoja itu saat kau tertidur? Kanapa kau menangis sambil
menyebut namanya? apa kau mencintai yeoja lain selain aku? Kau begitu jahat!”
“Tidak.
Aku tidak mencintai yeoja lain selain dirimu. Kemarin, sekarang atau selamanya.
Tapi dulu, memang pernah. Tapi aku tak mau membicarakannya lagi. Sudah ada kau
di sampingku saat ini jadi soal yeoja itu sudah tak penting. Tapi mianhae, aku
masih tak dapat menghapsnya begitu saja dari pikiranku. Tapi percayalah padaku
bahwa kau yang aku cintai.”
“Jinki
ceritakan padaku. Matamu tersirat luka yang begitu dalam. Kenapa hanya soal ini
yang tak mau kau ceritakan padaku. Berbagilah padaku segalanya hingga aku tak
penasaran dan berprasangka buruk padamu. Apapun kisah tentang kau dan yeoja
itu, aku berjanji tak akan mengubah apapun tentang perasaanku. Seperti halnya
kau, aku juga hanya mencintai dirimu.”
“Ada
masa lalu yang begitu buruk tentangnya. Dan dosa yang aku perbuat padanya. Dan
aku takut kau akan kecewa lalu
membenciku kemudian meninggalkanku. Aku tak sebaik yang kau pikir. Dan dosa itu
yang terus menghantuiku hingga sekarang.”
“Apa
itu?”
^^^^
“Young Jin, aku mohon jangan lakukan ini?
Inilah alasan aku tak mau menceritakan soal Eun Jung padamu. Inilah yang aku
takutkan.”
“Aku
mohon Jinki lakukanlah. Aku yakin aku tak akan berakhir seperti Eun Jung.
Cintaku lebih besar padamu dari pada yang Eun Jung berikan untukmu.”
“Aku
mohon pikirkanlah lagi. Aku tak mau kehilangan orang yang berarti dalam hidupku
untuk kedua kalinya.”
“Lakukan
Jiki.”
“Tapi,”
“Aku
mencintaimu.”
^^^^
[ FLASHBACK ON]
“Ada
masa lalu yang begitu buruk tentangnya. Dan dosa yang aku perbuat padanya. Dan
aku takut kau akan kecewa lalu membenciku. Aku tak sebaik yang kau pikir. Dan
dosa itu yang terus menghantuiku hingga sekarang.”
“Apa
itu?”
Jinki
pun menyuruh Young Jin duduk di sofa. Dia lalu menghembuskan nafasnya dan
memegang tangan Young Jin. “Yoon Eun Jung adalah yeoja sepertimu, yeoja yang
dipilih simfoni hitam untuk dapat mendengarkannya. Yeoja yang menjadi korban
simfoni hitam bersama 9 yeoja muda lainnya.”
Young
Jin menutup mulutnya. “Yeoja yang dibilang hilang karena jiwanya termakan oleh
simfoni pembunuh? Kasus yang menghebohkan di tahun 1971 itu? Bagaimana bisa kau
bilang bahwa kau terlibat di dalamnya? Bukankah kau tak hidup pada masa itu?
Dan Eun Jung adalah satu-satunya yeoja yang tak ditemukan jasadnya bukan?”
“Kau
benar. Bahkan kau mengetahuinya secara rinci. Lebih dari yang ku kira.” Jinki
menghela nafasnya lagi. “Asal kau tau, aku hidup pada tahun itu. Aku memiliki
umur panjang. Aku immortal, Young Jin.
Dan aku lah pelaku penculikan jiwa itu. Dan Eun Jung salah satu korbanku.
Korban yang rela memberikan jiwanya untuk membebaskanku. Di kala yang lain
hanya menemuiku lalu kabur begitu saja dengan wajah ketakutan. Hanya Eun Jung
yang datang dengan wajah begitu teduh dan bertanya padaku bagaimana caranya.
Namun aku malah membunuhnya. Aku membunuhnya dengan tanganku.”
Jinki
menangis. Young Jin yang melihatnya hanya diam. “Jadi korban yang lain
sebenarnya belum kau ambil jiwanya? Jadi karena mereka ketakutan mereka
sampai hilang akal dan akhirnya celaka. Itu bukan salahmu Jinki. Ya, walaupun kau sudah membunuh satu orang. Tapi
setidakya satu, sedangkan yang lain karna kecerobohan mereka sendiri,”
“Tapi
tetap saja aku lah penyebabnya. Aku yang membuat mereka meninggal dengan cara
seperti itu. Aku sangat kotor Young Jin.”
“Tadi
kau bilang hanya Eun Jung lah yang mau melepaskanmu, membebaskanmu.
Membebaskanmu dari apa?”
“Dari
jerat Ummaku. Ummaku lah yang membuatku seperti ini. Mengikatku dengan simfoni
itu. Simfoni yang sebenarNya ingin Umma berikan pada Appa yang dia benci. Namun
rasa cintanya pada Appa mengalahkan rasa bencinya. Hingga dia membalasnya
padaku. Hanya karena aku begitu miriP dengan Appa. Dia sangat bahagia melihatku
yang tersiksa. Yang diajuhi orang-orang dan kesepian.”
Young
Jin memeluk Jinki. “Aku sudah berusaha menahan diriku untuk tidak memainkan
simfoni terkutuk itu namun aku tidak bisa. Aku akan memainkannya lagi dan lagi
hingga aku menemukan yeoja yang dapat mengunci simfoni itu dan membebaskanku.
Eun Jung pernah mencobanya namun gagal. Dia berbohong, dia melakukannya karena
kasihan padaku. Karena itu simfoni hitam memakan jiwanya. Simfoni itu benci
kebohongan.”
“Katakan
padaku bagaimana caranya. Aku akan membebaskanmu Jinki. Kau tak akan tersiksa
lagi.” Young Jin melepaskan pelukannya dan menatap Jinki sambil tersenyum.
“Young
Jin, aku mohon jangan lakukan ini. Inilah alasan aku tak mau menceritakan soal
Eun Jung padamu. Inilah yang aku takutkan.”
“Aku
mohon Jinki lakukanlah. Aku yakin aku tak akan berakhir seperti Eun Jung.
Cintaku lebih besar padamu dari pada yang Eun Jung berikan untukmu.”
“Aku
mohon pikirkanlah lagi. Aku tak mau kehilangan orang yang berarti dalam hidupku
untuk kedua kalinya.”
“Lakukan
JiNki.”
“Tapi,”
“Aku
mencintaimu.”
[ FLASHBACK END ]
^^^^
“Bagaimana caranya?”
“Caranya
adalah kau katakan bahwa kau mencintaiku dan rela mati bila cintamu palsu
untukku. Katakan semua itu di bawah bulan purnama.”
“Baiklah.”
“Young
Jin aku mohon, pikirkan lagi-“
“Cintaku
padamu tulus. Aku akan menemuimu besok. Tak akan terjadi apapun padaku. Kau
percaya padakukan?”
^^^^
Young
Jin pun berdiri di atas atap rumah Jinki. Cahaya bulan purnama begitu terang di
sini. Jinki menatap Young Jin berusaha membujuknya untuk menghentikan semua
ini. Namun Young Jin tetap mengangguk dengan mantap.
“Aku
Shin Young Jin mencintai Lee Jinki sepenuh hatiku. Dan aku tulus mencintainya.
Aku akan menyerahkan jiwaku bila aku berbohong tentang cintaku ini. Bila semua
cinta yang aku berikan padanya palsu.”
“Tak
ada kata kembali Young Jin. Kau sudah mengatakannya.” Bisik Jinki.
Dengan
tangan bergetar Jinki memegang telunjuk tangan kanan Young Jin. Di bawah bulan
purnama Jinki menggigit telunjuk Young Jin hingga berdarah. Membiarkan darah
Young Jin menetes di cawan kecil miliknya.
Setelah
diPikir cukup, Jinki pun melakukan hal yang sama pada telunjuknya. Darah mereka
pun dicampur menggunakan kuas bulu. Dan
setelahnya Jinki menggunakan darah itu sebagai tinta untuk menuliskan kembali
bagian reff simfoni itu. Yang merupakan inti dari simfoni hitam itu.
Saat
Jinki menuliskannya warna tinta darah itu berubah menjadi berwarna keemasan.
“Aneh, saat aku melakukan ini dengan Eun Jung tak seperti ini.”
Jinki
dan Young Jin pun berlari ke lantai dua di mana piano Jinki berada. Mereka
menarik nafas dalam lalu kemudian meyakinkan diri bahwa mereka tak akan
menyesal apa pun hasilnya nanti. Bagaimana pun mereka tak bisa mundur.
“Aku
harap aku tak kehilanganmu, Young Jin.”
“Aku
juga. Bagaimana pun hasilnya kau harus tau bahwa aku mencintaimu Jinki. Jangan
bersedih, walaupun aku dan jiwaku akan hilang setelah ini.”
“Itu
terjadi jika kau berbohong.”
Mereka
pun memainkan simfoni hitam itu besama. Saat mereka sampai pada bagian reff
simfoni itu benar-benar terkunci. Hanya mereka yang bisa mendengarnya. Dan
simfoni itu tercipta hanya untuk mereka. Tak ada orang lain yang dapat
mendengarkannya lagi setelah ini.
^^^^
“Saat
cinta telah menentukan dimana tempatnya berlabuh, tak ada yang bisa menolaknya.
Hanya cinta beralaskan ketulusan yang dapat menembus semuanya. Perbedaan dan
jurang pemisah bukan lagi halangan saat dua tangan berpeganggan dan mengatakan
kita bisa melewatinya BERSAMA. Jinki, Umma senang kau sudah menemukan cinta
sejatimu. Hingga kau tak akan mencintai orang yang salah lalu tersakiti,
seperti yang dirasakan Umma saat bersama Appamu.”
.
.
.
.
.
Aioooo2 comment...
Sampai jumpa kapan2
^^;
NO COMMENT
NO TAG UNTUK SLANJUTNYA
LOVE COMMENTERS
LIKE LIKERS
WELCOME SILENT READER
Tidak ada komentar:
Posting Komentar