.showpageArea a { text-decoration:underline; } .showpageNum a { text-decoration:none; border: 1px solid #cccccc; margin:0 3px; padding:3px; } .showpageNum a:hover { border: 1px solid #cccccc; background-color:#cccccc; } .showpagePoint { color:#333; text-decoration:none; border: 1px solid #cccccc; background: #cccccc; margin:0 3px; padding:3px; } .showpageOf { text-decoration:none; padding:3px; margin: 0 3px 0 0; } .showpage a { text-decoration:none; border: 1px solid #cccccc; padding:3px; } .showpage a:hover { text-decoration:none; } .showpageNum a:link,.showpage a:link { text-decoration:none; color:#333333; }

Flash Labels by Way2Blogging

Rabu, 08 Januari 2014

[ONESHOOT] SIMFONI HITAM // PART B END


Young Jin sudah berada di depan pintu rumah ini, dia ingin kembali pulang. Mengingat bahwa dia tidak mungkin bisa masuk ke dalam rumah itu. Mengingat dia tak memiliki kunci dan dia bukan seorang kriminal yang bisa masuk ke rumah orang begitu saja. Andai dia memiliki keahlian itu.
Namun lagi-lagi karena dorongan dalam dirinya tangan kanan Young Jin menyentuh knop pintu itu. Saat kulitnya menyentuh knop pintu yang terasa begitu dingin angin kencang kembali menerpa. Suara dedaunan yang bergemerisik beradu dengan suara burung yang entah termasuk spesies apa  bersahutan satu sama lain.
“KLIK!” Setelahnya terdengar deritan pintu yang terbuka. Aneh, pintu ini terlihat tidak begitu tua namun kenapa suara engselnya begitu berderik. Seakan engsel-engselnya telah begitu lama tak diberi oli.
Tanpa sadar Young Jin menutup mulut dan hidungnya. Dia kira dia akan menghirup begitu banyak debu di rumah ini. Namun salah rumah ini begitu bersih dan tertata begitu rapi. Bagaimana dan berbagai pertanyaan lain merasuk dalam pikirannya. Jantungnya berdebar, dia seakan merasakan sendiri bagaimana rasanya menjadi salah satu tokoh dari novel-novel fiksi yang dibacaranya.
Young Jin melangkah masuk perlahan, saat tubuhnya sudah benar-benar masuk pintu itu segera tertutup dengan keras. Dan lagi-lagi tak ada rasa panik yang menyeruak dalam dirinya. Bukannya dia berlari kembali ke arah pintu dan berusaha pergi, Young Jin malah kembali meneruskan langkahnya seakan dia memang diijinkan memasuki rumah itu.
Pandangan Young Jin menyapu seisi rumah. Ternyata rumah ini terdiri dari dua lantai. Seperti rumah-rumah kuno lainnya, tangga menuju lantai dua tertutupi permadani. Namun bukan permadani berwarna merah, namun berwarna hitam pekat.
Di lantai bawah ini tidak ada yang membuatnya tertarik, hanya sebuah ruangan yang di sebelahkanannya adalah ruang makan dan di sebelah ruang makan itu adalah dapur. Dan di sebelah kirinya ada sebuah ruang santai dengan tungku pemanas.
Dan tempat di mana Young Jin berdiri saat ini adalah sebuah Hall. Dimana di atas kepala Young Jin terdapat lampu yang begitu besar sedangkan di hadapannya terlihat sebuah lukisan seorang namja yang sedang bermain piano di bawah sinar bulan.
^^^^
Kaki Young Jin pun berhenti. Lantai atas ini seperti ruangan pada rumah umumnya. Terdapat kamar-kamar. Namun matanya segera menuntun langkahnya untuk lebih mendekat, mendekati sebuah piano.
“Apakah ini piano itu?” Young Jin menekan salah satu tuts piano itu, suaranya menggema di seluruh ruangan. “Sayang aku tidak bisa bermain piano.” Lalu matanya kembali beralih pada jendela di samping piano itu. Benar, itu kamarnya. Terlihat jelas dari sini. Jadi ini tempat dia melihat namja itu. Namun kemana namja itu sekarang?
Jemari Young Jin kembali menyusuri setiap bagian piano itu. Lalu tangannya mengambil sebuah buku yang berisi sebuah partitur lagu. Tak ada judul dari lagu ini. Young Jin pun mulai mencoba memainkan lagu itu, walaupun terdengar sedikit aneh. Mengingat dia mendapat pelajaran musik saat dia masih kecil.
“Tapi rasanya, nada-nada ini seakan membentuk menjadi lagu yang-“ Secepat kilat Young Jin mengeluarkan note kecil juga pulpen dari saku piayamanya. Menyalin partitur lagu itu. Walau sedikit berantakan.
“Ehm, siapa kau!” Young Jin seketika menjatuhkan pulpen dan note kecilnya. Tiba-tiba Young Jin merasakan suhu ruangan itu meningkat. Menciptakan keringat yang satu per satu jatuh membasahi keningnya.
“Maaf, aku hanya-“ Kata-katanya terpotong saat tubuhnya kaku tak bergerak. Bagaimana ini? Apakah dia harus berbalik dan mengetahui makhluk apa yang berada di belakangnya saat ini. Apakah vampir, manusia serigala ataupun mumy. Hah, kenapa rasa takut itu baru datang sekarang.
Young  Jin akhirnya memunguti pulpen dan notenya lalu memasukkan ke dalam  saku piyamanya lagi. Lalu kemudian berdiri dan berbalik. “Maaf, aku-“ berkata terbata dengan mata yang tertutup. Tidak ada sahutan, apakah suara itu hanya halusinasinya.
Satu, dua, tiga! Mata Young Jin pun terbuka. Matanya menangkap sosok namja berpipi chubby bersweater putih tulang dengan celana berwarna hitam  berdiri di hadapannya. Rasanya pandagannya benar-benar terkunci. Inikan-
“Aku tanya apa yang kau lakukan di sini. kau tidak seharusnya berada di rumah orang lain tanpa izin.”
Masih berdiri mematung beberapa detik. Segala kata-katanya seakan terambil oleh pesona namja itu. Mulutnya ingin berbicara namun bibirnya tak bergerak. Namja di hadapannya itu tak bergerak sedikit pun. Memandanginya lekat dengan mata merah rubynya.
Young Jin menelan ludahnya cepat, “Mi, mianhamnida. Aku, aku tidak sengaja masuk. Pintumulah yang menyuruhku masuk. Maksudku, pintu itu tak terkunci jadi aku pikir rumah ini tak ada penghuninya. Bukankah-”
“Bukankah rumah ini dikira kosong oleh orang-orang. Begitu maksudmu? Jadi dengan begitu siapapun berhak masuk dan melakukan apa pun di rumah ini. Bagaimanapun juga, tempat yang bukan milikmu, dan yang kau kira tak dimiliki siapapun, di dalamnya pasti dihuni oleh seseorang. Seseorang atau sekelompok orang tinggal di sana. Terlihat atau tidak terlihat. Jadi tak ada seorang pun yang berhak mengusik tempat itu tampa seizin dari pemiliknya.”
“Mianhae, aku-“
“Kau memang anak yang pemberani. Atau boleh ku bilang anak yang terlalu berani. Kau dengan beraninya meninggalkan rumahmu yang aman dan datang pada sarang yang asing untukmu. Sarang yang sebenarnya berbahaya untukmu. Kau terlalu dikuasai rasa ingin tahumu itu Young Jin. Dan itu tidak baik.”
“Young Jin! Kau mengetahui namaku?”
Namja itu masih berdiri di tempatnya. Wajahnya datar namun sorot matanya seakan mengatakan, Lari Young Jin! Lari, selama kau masih bisa. “Apa yang tidak aku ketahui tentangmu. Tentang yeoja yang megawasi rumahku diam-diam, mencari informasi sana-sini. Apa yang ingin ketahui Young Jin? Apa soal simfoni hitam itu?”
“Apa kau melihatku? Bagaimana bisa, kita tak pernah bertemu dan-“
“Semua pertanyaanmu itu sebentar lagi akan terjawab. Dan kau akan menyesal karena sudah berani menanyakannya. Seharusnya kau menuruti kata Ummamu. Hentikan rasa penasaranmu itu dan  jauhi rumahku. Ini salahmu, karena kau tak mau mendengarkan mereka.”
“Apa maksudmu- aku, aku minta maaf  bila kau marah karena aku memasuki rumahmu tanpa izin. Aku akan pergi, aku mohon biarkan aku pergi.” Kaki Young Jin bergetar, namja itu berjalan mendekatinya.
“Bagaimana bisa aku membiarkanmu pergi setelah kau tau semua tentangku?”
Young Jin sungguh ingin menangis namun air matanya tak bisa keluar. Bibirnya malah menampilkan senyum, seakan pertemuan dengan namja ini begitu dia tunggu-tunggu. “Lepaskan aku maka aku tak akan memberi tau siapapun tentang kau, tentang apa yang aku lihat sekarang.”
“Tidak akan! Aku sudah menyuruhmu berlari sejauh yang kau bisa namun kau tak mau mendengarkannya. Seakan kau tak bisa pergi jauh dariku Young Jin. Dan aku tak akan melepaskanmu lagi. Kau yang menyerahkan dirimu padaku.”
Young Jin sudah tak bisa kabur. Punggungnya sudah menyentuh tuts piano. Bahkan wajah namja itu begitu dekat hingga membuat kepalanya terbaring di atas tuts piano itu. Menciptakan bunyi tuts yang ditekan secara bersamaan bergema di rumah itu.
Young Jin dapat merasakan deru nafas namja itu di wajahnya. Mata mereka saling menatap. Mata merah ruby itu terlihat begitu sedih saat menatapnya. Namun namja itu tak juga menjauhkan tubuhnya dari atas tubuh Young Jin dan membiarkan Young Jin pergi.
Dan Young Jin sudah tak bisa melakukan apapun saat rasa lembut itu dirasakannya. Saat jarak tak ada lagi di antara meraka. Saat Young  Jin menutup matanya dan waktu untuknya terasa berhenti.
“Lee Jinki. Jangan lupakan itu.” Terdengar bisikan lembut di telinganya. Setiap kata yang terdengar di teinganya langsung terketik rapi di memori otaknya.
Cahaya matahari menerpa wajah Young Jin saat dia tersadar bahwa waktu sudah pagi. Young Jin segera tersentak bangun dan melihat sekelilingnya. Alisnya berkerut mengetahui bahwa dia tertidur di kamarnya. Jadi tadi malam itu apa?
Kembali berbaring saat mengetahui sekarang sudah pukul 12 siang. Ini benar-benar aneh. Rumah itu, piano itu, namja itu, ah, apakah hanya mimpi? Young Jin pun menatap keluar  jendela dan menatap rumah itu sekali lagi.
Segera berbalik ke samping kanan, membuatnya fokus menatap rumah itu. Kerut di keningnya tergambar sekali, saat Young Jin merasakan ganjalan di saku piyamanya. Kembali terduduk saat ternyata di saku piyamanya itu ada sebuah note. Membuka setiap halaman note itu dengan cepat.
“Aku tidak bermimpi, tulisanku tadi malam tercatat di sini. Jadi soal namja itu benar?” Young Jin menyentuh bibirnya, wajahnya memerah. “Tapi bagaimana bisa aku malah terbangun di kamarku?”
^^^^
Young Jin mondar-mandir di depan pagar rumah Jinki. Lubang rahasia itu tak ada di manapun. Bagaimana bisa lubang itu tiba-tiba tertutup atau hilang. Young Jin menghentakkan kakinya berkali-kali. Mana yang harus dia percayai. Ini semua mimpi atau memang kenyataan.
“Lee Jinki di mana kau? Aku ingin bertemu denganmu.” Ucap Young Jin lembut sambil menyentuh tulisan “Lee” di dinding pagar itu. Dan tiba-tiba saja pintu pagar terbuka, Young Jin langsung masuk ke dalam. Setelahnya, pintu rumah itu yang terbuka.
Seperti mengalami dejavu, keadaan rumah itu masih sama seperti yang tergambar di mimpi, atau memang dia memang datang ke rumah ini tadi malam. Kaki Young Jin segera berlari menaiki anak tangga saat alunan lagu itu terdengar. Tumben, di siang hari seperti ini, lagu itu terdengar.
“Jinki.” Panggil Young Jin saat melihat Jinki sedang bermain piano, lagi-lagi smabil menutup matanya.
“Ada apa kau bertemu denganku?”
“Soal aku yang masuk ke rumahmu tadi malam itu mimpi atau kenyataan?”
“Menurutmu?”
“Bagaimana aku bisa kembali masuk ke rumah ini dan bertemu denganmu lagi? Sedangkan lubang rahasia itu sudah tak ada. Aku kira aku-“
“Kau memanggilku dan ingin bertemu denganku. Lalu bagaimana bisa aku tak memperbolehkanmu masuk.” Mata merah ruby Jinki kini terbuka dan menatapnya lekat. Selalu seperti ini, terhipnotis dan tak bisa bergerak.
“Kemarilah Young Jin, duduk di sampingku.” Young Jin mengangguk. Seperti anak kecil yang menurut saja saat orang asing menawarkannya permen. Young Jin menutup matanya saat Jinki kembali memainkan alunan nada itu. Nada yang sangat dia sukai.
Tanpa sadar Young Jin meletakkan kepalanya di bahu kanan Jinki, Jinki hanya diam dan membiarkan Young Jin dalam posisi itu. “Ini lagu apa? aku sangat menyukai lagu ini. Selalu dapat membuatku tenang.”
“Ini bukan lagu. Lebih tepatnya ini simfoni. Simfoni hitam.” Kata Simfoni hitam terucap berbarengan oleh Young Jin dan Jinki. Dan mereka sama-sama tersenyum.
“Bisakah kau ajarkan aku bermain piano. Aku ingin memainkan simfoni ini untukmu.” Rengek Young Jin saat Jinki telah selesai pada nada terakhir.
“Letakkan tanganmu di sini.” kedua tangan Jinki berada di atas tangan Young Jin. Menuntunnya memainkan setiap bait simfoni itu.
“Bukan seperti ini maksudku.”
“Diamlah, nanti juga aku tau kau senangkan?” Young Jin pun terdiam sambil terus menatap wajah Jinki dari samping.
^^^^
 “Apa kau tak merasa kesakitan?” Ucap Jinki sambil meletakkan dua cangkir teh di meja di samping piano itu. Sofa santai ini begitu empuk dan dari sini kita akan langsung melihat ke arah jalan. Melihat pemandangan dari sini sangat indah.
“Sakit soal apa? aku tak merasakan sakit apapun.” Young Jin terkekeh kecil lalu meminum tehnya.
“Aneh. Seharusnya kau merasa sakit di beberapa bagian tubuhmu atau sakit di kepalamu. Orang biasa yang baru pertama kali memainkan simfoni itu seharusnya merasakan sakit Young Jin.”
“Sepertinya ini karena aku sudah sering mendengarkan simfoni hitamku jadi aku sudah terbiasa.”
“Ini jarang terjadi, hanya kau dan orang itu saja.”
“Orang itu saja? Maksudmu siapa?”
“Sudahlah, aku tak mau membahasnya lagi. Lebih baik kita menikmati keindahan sore ini. Saat matahari terbenam akan terlihat lebih indah.”
“Benarkah?” Young Jin berdiri di depan jendela. Dan Jinki pun menghampirinya dan meletakkan kedua tanganya di pinggang Young Jin. Kemudian meletakkan dagunya di bahu Young Jin.
“Jinki bolehkah aku sering datang kemari?”
“Datanglah kapan pun kau mau. Panggil namaku dan pintu rumahku akan terbuka untukmu, kekasihku.”
Kekasih? Kata yang membuat Young Jin tersenyum. Ini sangat cepat untuknya. Namun dia seakan sudah mengenal Jinki sejak lama. Mereka pun menikmati matahari yang terbenam berdua. Saat Young Jin membuka matanya dia sudah kembali berada di kamarnya. Saat matanya menatap ke luar jendela, Jinki melambaikan tangannya. Dan bibirnya bergerak, “Selamat tidur kekasih simfoni hitamku.”
^^^^
BEBERAPA BULAN KEMUDIAN
“Jinki katakan padaku siapa Yoon Eun Jung! Katakan SIAPA?!” Young Jin mengambil buku yang sedang dibaca Jinki lalu melemparnya begitu saja. Nafasnya tak teratur dan tangannya terkepal namun namja di hadapannya ini hanya menatapnya datar. Beranjak dari kursinya lalu mengambil buku yang dilemparkan Young Jin dan menyimpan kembali buku itu di rak bukunya.
“JAWAB PERTANYAANKU LEE JINKI!” Young Jin membalikkan tubuh Jinki hingga mereka saling berhadapan.
“Young Jin, apa lagi yang ingin kau ketahui? Bukankah segala hal tentangku, segala yang kau tanyakan sudah aku jawab? Lalu sekarang apa lagi?”
“Tapi soal ini kau tak menceritakan padaku. Siapa dia Lee Jinki? Katakan padaku? Apa tak ada artinya hubungan kita 11 bulan ini?” Air mata itu pun menetes deras. Wajah Jinki berubah sedih lalu dia berjalan perlahan mendekati Young Jin. Kedua tangannya menghapus air mata yang membasahi wajah Young Jin.
“Uljima. Tak ada yang penting soal yeoja yang bernama Yoon Eun Jung itu.”
Young Jin segera menepis kedua tangan Jinki, “Kalau tak ada yang penting lalu kenapa kau menyebut nama yeoja itu saat kau tertidur? Kanapa kau menangis sambil menyebut namanya? apa kau mencintai yeoja lain selain aku? Kau begitu jahat!”
“Tidak. Aku tidak mencintai yeoja lain selain dirimu. Kemarin, sekarang atau selamanya. Tapi dulu, memang pernah. Tapi aku tak mau membicarakannya lagi. Sudah ada kau di sampingku saat ini jadi soal yeoja itu sudah tak penting. Tapi mianhae, aku masih tak dapat menghapsnya begitu saja dari pikiranku. Tapi percayalah padaku bahwa kau yang aku cintai.”
“Jinki ceritakan padaku. Matamu tersirat luka yang begitu dalam. Kenapa hanya soal ini yang tak mau kau ceritakan padaku. Berbagilah padaku segalanya hingga aku tak penasaran dan berprasangka buruk padamu. Apapun kisah tentang kau dan yeoja itu, aku berjanji tak akan mengubah apapun tentang perasaanku. Seperti halnya kau, aku juga hanya mencintai dirimu.”
“Ada masa lalu yang begitu buruk tentangnya. Dan dosa yang aku perbuat padanya. Dan aku takut kau  akan kecewa lalu membenciku kemudian meninggalkanku. Aku tak sebaik yang kau pikir. Dan dosa itu yang terus menghantuiku hingga sekarang.”
“Apa itu?”
^^^^
 “Young Jin, aku mohon jangan lakukan ini? Inilah alasan aku tak mau menceritakan soal Eun Jung padamu. Inilah yang aku takutkan.”
“Aku mohon Jinki lakukanlah. Aku yakin aku tak akan berakhir seperti Eun Jung. Cintaku lebih besar padamu dari pada yang Eun Jung berikan untukmu.”
“Aku mohon pikirkanlah lagi. Aku tak mau kehilangan orang yang berarti dalam hidupku untuk kedua kalinya.”
“Lakukan Jiki.”
“Tapi,”
“Aku mencintaimu.”
^^^^
 [ FLASHBACK ON]
“Ada masa lalu yang begitu buruk tentangnya. Dan dosa yang aku perbuat padanya. Dan aku takut kau akan kecewa lalu membenciku. Aku tak sebaik yang kau pikir. Dan dosa itu yang terus menghantuiku hingga sekarang.”
“Apa itu?”
Jinki pun menyuruh Young Jin duduk di sofa. Dia lalu menghembuskan nafasnya dan memegang tangan Young Jin. “Yoon Eun Jung adalah yeoja sepertimu, yeoja yang dipilih simfoni hitam untuk dapat mendengarkannya. Yeoja yang menjadi korban simfoni hitam bersama 9 yeoja muda lainnya.”
Young Jin menutup mulutnya. “Yeoja yang dibilang hilang karena jiwanya termakan oleh simfoni pembunuh? Kasus yang menghebohkan di tahun 1971 itu? Bagaimana bisa kau bilang bahwa kau terlibat di dalamnya? Bukankah kau tak hidup pada masa itu? Dan Eun Jung adalah satu-satunya yeoja yang tak ditemukan jasadnya bukan?”
“Kau benar. Bahkan kau mengetahuinya secara rinci. Lebih dari yang ku kira.” Jinki menghela nafasnya lagi. “Asal kau tau, aku hidup pada tahun itu. Aku memiliki umur panjang. Aku immortal,  Young Jin. Dan aku lah pelaku penculikan jiwa itu. Dan Eun Jung salah satu korbanku. Korban yang rela memberikan jiwanya untuk membebaskanku. Di kala yang lain hanya menemuiku lalu kabur begitu saja dengan wajah ketakutan. Hanya Eun Jung yang datang dengan wajah begitu teduh dan bertanya padaku bagaimana caranya. Namun aku malah membunuhnya. Aku membunuhnya dengan tanganku.”
Jinki menangis. Young Jin yang melihatnya hanya diam. “Jadi korban yang lain sebenarnya belum  kau ambil  jiwanya? Jadi karena mereka ketakutan mereka sampai hilang akal dan akhirnya celaka. Itu bukan salahmu Jinki. Ya,  walaupun kau sudah membunuh satu orang. Tapi setidakya satu, sedangkan yang lain karna kecerobohan mereka sendiri,”
“Tapi tetap saja aku lah penyebabnya. Aku yang membuat mereka meninggal dengan cara seperti itu. Aku sangat kotor Young Jin.”
“Tadi kau bilang hanya Eun Jung lah yang mau melepaskanmu, membebaskanmu. Membebaskanmu dari apa?”
“Dari jerat Ummaku. Ummaku lah yang membuatku seperti ini. Mengikatku dengan simfoni itu. Simfoni yang sebenarNya ingin Umma berikan pada Appa yang dia benci. Namun rasa cintanya pada Appa mengalahkan rasa bencinya. Hingga dia membalasnya padaku. Hanya karena aku begitu miriP dengan Appa. Dia sangat bahagia melihatku yang tersiksa. Yang diajuhi orang-orang dan kesepian.”
Young Jin memeluk Jinki. “Aku sudah berusaha menahan diriku untuk tidak memainkan simfoni terkutuk itu namun aku tidak bisa. Aku akan memainkannya lagi dan lagi hingga aku menemukan yeoja yang dapat mengunci simfoni itu dan membebaskanku. Eun Jung pernah mencobanya namun gagal. Dia berbohong, dia melakukannya karena kasihan padaku. Karena itu simfoni hitam memakan jiwanya. Simfoni itu benci kebohongan.”
“Katakan padaku bagaimana caranya. Aku akan membebaskanmu Jinki. Kau tak akan tersiksa lagi.” Young Jin melepaskan pelukannya dan menatap Jinki sambil tersenyum.
“Young Jin, aku mohon jangan lakukan ini. Inilah alasan aku tak mau menceritakan soal Eun Jung padamu. Inilah yang aku takutkan.”
“Aku mohon Jinki lakukanlah. Aku yakin aku tak akan berakhir seperti Eun Jung. Cintaku lebih besar padamu dari pada yang Eun Jung berikan untukmu.”
“Aku mohon pikirkanlah lagi. Aku tak mau kehilangan orang yang berarti dalam hidupku untuk kedua kalinya.”
“Lakukan JiNki.”
“Tapi,”
“Aku mencintaimu.”
[ FLASHBACK END ]
^^^^
 “Bagaimana caranya?”
“Caranya adalah kau katakan bahwa kau mencintaiku dan rela mati bila cintamu palsu untukku. Katakan semua itu di bawah bulan purnama.”
“Baiklah.”
“Young Jin aku mohon, pikirkan lagi-“
“Cintaku padamu tulus. Aku akan menemuimu besok. Tak akan terjadi apapun padaku. Kau percaya padakukan?”
^^^^
Young Jin pun berdiri di atas atap rumah Jinki. Cahaya bulan purnama begitu terang di sini. Jinki menatap Young Jin berusaha membujuknya untuk menghentikan semua ini. Namun Young Jin tetap mengangguk dengan mantap.
“Aku Shin Young Jin mencintai Lee Jinki sepenuh hatiku. Dan aku tulus mencintainya. Aku akan menyerahkan jiwaku bila aku berbohong tentang cintaku ini. Bila semua cinta yang aku berikan padanya palsu.”
“Tak ada kata kembali Young Jin. Kau sudah mengatakannya.” Bisik Jinki.
Dengan tangan bergetar Jinki memegang telunjuk tangan kanan Young Jin. Di bawah bulan purnama Jinki menggigit telunjuk Young Jin hingga berdarah. Membiarkan darah Young Jin menetes di cawan kecil miliknya.
Setelah diPikir cukup, Jinki pun melakukan hal yang sama pada telunjuknya. Darah mereka pun dicampur  menggunakan kuas bulu. Dan setelahnya Jinki menggunakan darah itu sebagai tinta untuk menuliskan kembali bagian reff simfoni itu. Yang merupakan inti dari simfoni hitam itu.
Saat Jinki menuliskannya warna tinta darah itu berubah menjadi berwarna keemasan. “Aneh, saat aku melakukan ini dengan Eun Jung tak seperti ini.”
Jinki dan Young Jin pun berlari ke lantai dua di mana piano Jinki berada. Mereka menarik nafas dalam lalu kemudian meyakinkan diri bahwa mereka tak akan menyesal apa pun hasilnya nanti. Bagaimana pun mereka tak bisa mundur.
“Aku harap aku tak kehilanganmu, Young Jin.”
“Aku juga. Bagaimana pun hasilnya kau harus tau bahwa aku mencintaimu Jinki. Jangan bersedih, walaupun aku dan jiwaku akan hilang setelah ini.”
“Itu terjadi jika kau berbohong.”
Mereka pun memainkan simfoni hitam itu besama. Saat mereka sampai pada bagian reff simfoni itu benar-benar terkunci. Hanya mereka yang bisa mendengarnya. Dan simfoni itu tercipta hanya untuk mereka. Tak ada orang lain yang dapat mendengarkannya lagi setelah ini.
^^^^
 “Saat cinta telah menentukan dimana tempatnya berlabuh, tak ada yang bisa menolaknya. Hanya cinta beralaskan ketulusan yang dapat menembus semuanya. Perbedaan dan jurang pemisah bukan lagi halangan saat dua tangan berpeganggan dan mengatakan kita bisa melewatinya BERSAMA. Jinki, Umma senang kau sudah menemukan cinta sejatimu. Hingga kau tak akan mencintai orang yang salah lalu tersakiti, seperti yang dirasakan Umma saat bersama Appamu.”
.
.
.
.
.
THE END
Aioooo2 comment...
Sampai jumpa kapan2
^^;
NO COMMENT
NO TAG UNTUK SLANJUTNYA

LOVE COMMENTERS
LIKE LIKERS
WELCOME SILENT READER

Tidak ada komentar:

Posting Komentar